PESAN TERAKHIR



 Pacitan, 10 Nopember 2018

Ika Noviana N R



Udara pagi berhembus, semakin dingin mencekam tubuh. Jam dinding berdetik sesuai irama. Jarum jam terus berjalan, hingga waktu menunjukkan pukul 06.59, satu menit menuju pagi yang terasa hangat oleh sinar matahari. Namun bagi gadis yang baru menginjak remaja, ini adalah waktu untuknya menyendiri. Hal ini adalah kebiasaannya disetiap pagi. Sambil duduk diatas ayunan, ia bisa menikmati sedikit suasana yang menurutnya menenangkan. Bagaimana tidak, dengan suguhan yang luar biasa. Birunya laut dipadu dengan birunya langit . kicauan burung yang merdu membuat keindahan  pagi itu nyaris sempurna. Pohon yang hijau tak kalah menyejukkan. Suasana seperti itu sedikit mengurangi beban pikiran yang ditanggungnya sekarang. Panggil saja Risa, gadis yang setiap harinya selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Pergaulannya tidak dibatasi dan hanya melakukan apa yang sesuai dengan kehendaknya.
Suatu malam, ketika kaki baru selangkah di ambang pintu terdengar suara orang yang sedang bertengkar. Tak lain adalah orang tua Risa yang sedang bertengkar hebat. Namun hal itu, tidak menghentikan langkah Risa. Dengan santai ia menuju kamarnya. Mendengar orang tua bertengkar bukan lah peristiwa yang menyenangkan bagi anaknya, namun lain halnya Risa. Seolah olah malam itu tidak ada suatu hal yang terjadi. Ia menikmati lagu yang ia dengarkan di handphone nya. Seakan suara orang yang sedang bertengkar adalah pemanis waktu istirahatnya dirumah. Hingga jarum jam terus berputar dan telah beranjak di pukul 6 pagi. Matahari dengan mau malu menampakkan dirinya, ditemani awan yang sedikit berwarna kelabu, hingga menjadikan pagi itu adalah pagi yang syahdu untuk menuang teh hangat ke cangkir yang berbaris rapi diatas meja makan. Hal itu adalah rutinitasnya sehari-hari untuk keluarga yang normal di setiap paginya. Namun seperti biasa, sunyi selalu menyelimuti suasana di meja makan Risa pagi itu. Hal itu terjadi semenjak hubungan kedua orang tua Risa retak. Entah apa penyebab dari semua itu, yang jelas keduanya sudah berencana untuk berpisah. Hal itu yang membuat Risa semakin tak karuan, hingga suasana hati selalu dingin kepada siapapun. Di sekolah ia sering membuat masalah, entah dengan teman laki-laki ataupun dengan teman perempuannya.
            “kringggggggggggg.....” telepon rumah Risa berbunyi. Ibu Risa menghampiri berharap itu adalah pangilan dari teman arisan yang membawa kabar baik, menang arisan misalnya. Yeaaah, bagi kaum sosialita arisan adalah kegiatan yang rutin dilakukan setiap bulan atau setiap minggunya. Begitupun dengan kaum sosialita di kawasan komplek rumah Risa. Namun perkiraan ibu Risa sangatlah menyimpang dari apa yang di bayangkannya. Segera bergegas mengambil tas dan mengunci pintu rumahnya setelah mendapat telepon . kemudian ibu Risa melajukan mobilnya ke arah sekolahan Risa. Dengan raut wajah yang sangat tidak menyejukkan mata jika dipandang.
“ kamu nggak pernah dengerin nasehat orang tua, mau jadi apa? kalau kamu kaya begini terus? Mau jadi apa ?anak cewek kerjaannya bikin masalah. Bikin malu aja.”
Dengan santai Risa berjalan di samping ibunya. Tak mengucap sepatah kata apapun. Pandangannya lurus kedepan, seakan akan kejadian hari ini adalah kejadian yang biasa ia hadapi.
Selang beberapa bulan setelah kejadian di sekolah, lagi-lagi risa dihadapkan dengan keadaan orang tuanya yang sekarang bukan berstatus sebagai suami istri lagi. Yaa, minggu lalu kedua orang tua Risa mengakhiri pernikahannya di pengadilan. Risa mulai menentukan piihannya untuk tinggal bersama neneknya yang ada di bekasi. Tentunya ia kehilangan tempat favoritnya, tempat yang selalu menjadi pelariannya saat ia hendak meneteskan air mata. Sekuat-kuatnya Risa, tidak menutup kemungkinan ia menjatuhkan air matanya. Pagi ini, mungkin adalah pagi terakhir ia ditemani kicauan burung, pagi terakhir ia duduk di ayunan favoritnya, dan pagi terakhir ia melihat paduan birunya laut dan langit. Sejenak ia duduk dan berdiam diri. Memandang daun yang berjatuhan karena tertiup angin.
Yaa, Risa kini sudah tinggal bersama neneknya. Wanita yang renta itu adalah ibu dari ibunya Risa. Hidupnya sebatangkara sebelum Risa memutuskan untuk tinggal bersamanya. Dirawatlah Risa menjadi wanita yang bertanggung jawab. Yang bisa menjadi wanita yang bisa berguna untuk siapapun. Namun, merubah watak Risa tidaklah mudah. “ kamu ini anak gadis. Tidak sepantasnya kamu selalu keluyuran nggak jelas. Kelak kau akan jadi ibu dari anak-anakmu. Mau jadi apa anak-anakmu kelak? Jadi seperti ibunya yang berandal ini? Haa ? cari kesibukan sana ”. Berlalulah Risa dengan teh manis di tangannya. Tak dihiraukan perkataan neneknya itu. Udara malam semakin dingin. Angin yang berhembus menyentuh dedaunan. Risa menghirup udara malam dengan ditemani secangkir teh di sampingnya. Dipandangnya bintang yang berkedip seolah menyapa angin yang berhembus. Ditegukan teh pertamanya , ia merenungi perkataan neneknya. Akankah ia harus berubah sesuai dengan perkataan neneknya. Menjadi wanita yang lebih baik untuk kedepannya. Apakah dia dapat melakukannya? Lalu langkah apa yang pertama kali harus lakukan? Pertanyaan itu tertera dalam imajinasi Risa .
Lagi lagi kabar tidak menggembirakan datang ke kehidupan Risa. Ibunya ditemukan tak bernyawa di kamarnya. Diduga ibu Risa melakukan bunuh diri dengan meminum racun yang botolnya masih tergeletak di atas tempat tidurnya. Risa memberontak dalam diamnya. Saat melihat mendiang ibunya terbaring tak bernyawa. Ia ingin teriak namun situasi tak memungkinkan. apa yang dilakukannya, ia meninggalkan ibunya saat ibunya sedang dalam keadaan yang sanat terpuruk. "Ini salahku, ini salahku, bodoh banget aku, bodoh banget “ teriaknya dalam hati. Penyesalan memanglah di akhir. Namun hidup Risa harus tetap dilanjutkan. Sekarang ia sudah memantapkan hati untuk mengubah hidupnya. Ia mulai mencari pekerjaan, berhari-hari berjalan kesana kesini namun ia tak mendapat pekerjaan juga. Hingga ia duduk di mushollah sambil memikirkan cara bagaimana ia bisa medapat pekerjaan. Mengingat neneknya sudah lanjut usia dan tidak mungkin ia harus bergantung dengan neneknya. Perihal ayah Risa, sejak dulu ayahnya tidak pernah peduli apapun tentang dia. Sekarang ia mulai mempunyai tanggung jawab untuk mengurus neneknya. Juga menebus keselahannya yang telah meninggalkan ibunya waktu itu.
Minggu beralih minggu, bulan berganti bulan. Kehidupan Risa tampak membaik dari beberapa bulan yang lalu. Dengan penampilan barunya, ia mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangannya. Yaa , dia menjadi wanita yang sholehah seperti dambaan neneknya. Ketika ia beristirahat di masjid beberapa bulan yg lalu membawa berkah dan hidayah yang luar biasa. Saat ia bertemu dengan seorang ibu yang keluar dari masjid untuk mengajar anak anak disekiar masjid mengaji. Karena ibu itu akan pindah rumah dan dia sedang mencari pengganti, Risa langsung saja mengambil kesempatan itu, karena sedikit sedikit dia bisa mengaji.  Risa diajarkan banyak hal. Mulai tentang pakakian, jam mengajar dan tentunya ada imbalannya yang berupa uang. Sejak saat itu, pribadi Risa berubah drastis. Sang nenek sangat bangga sekaligus bahagia melihatnya. Disisi lain, banyak kesulitan yang ia hadapi. Mulai anak-anak yang sulit diatur, anak-anak yang selalu saja membantah Risa. Namun, hal itu bukan masalah yang fatal bagi Risa. Berbagai cara telah ia lakukan untuk membuat anak-anak patuh kepadanya. Akirnya salah satu dari beribu caranya berhasil. Sampai saat ini pun anak-anak sangat menghormati dan menghargai Risa sebagai pengajarnya. Setelah ia menikmati hidup yang damai, ada suatu musibah yang di alaminya. Akhir-akhir ini ia sering ditemukan pingsan di masjid. Setelah beberapa kali pingsan, nenek memutuskan untuk mengantarnya ke rumah sakit. Hasilnya pun membuat semua orang yang mengantar Risa kerumah sakit menangis tersedu. Mengetahui hasilnya bahwa Risa mengidap penyakit kanker otak stadium 4, yang dalam penyataan medis hidupnya tidak aka lama lagi. Menangislah orang orang yang ada disekitar Risa. Risa dikenal sebagai gadis yang baik selama ia ikut neneknya. Neneknya dengan pemikiran optimis bahwa cucunya bisa berubah menjadi anak yang lebih baik agi. Kini harapannya pun terkabul. Cucunya menjadi pengajar di salah satu madin di sekitar rumahnya. Dikenal sebagai pengajar yang menyenangkan, yang kehadirannya selalu ditunggu muri-muridnya. Kini pupus semua kebahagiaan yang dirasakan sang nenek. Risa mulai membuka mata. Bertanya apa yang sekarang terjadi. Mengapa orang disekelilingnya menangis.
Sepatah dua patah kata nenek berbicara. Menceritakan semua yang terjadi. Risa pun menangis tersedu-sedu. Risa pun berbicara apa yang ia rasakan. Pantas saja, akir-akhir ini ia sering merasakan sakit kepala yang luar biaa. Namun dikiranya itu adalah sakit kepala biasa sehingga Risa menganggapnya sepele.sekarang, ia berserah diri kepada yang kuasa. Mengharap hal terbaik dapat diperolehnya dari Yang Maha Kuasa. Namun sebelum ajal sampai kepadanya, ia memesan kepada neneknya untuk memanggilkan anak didiknya. Sampainya anak-anak itu dihadapan Risa. Ia berpesan kepada mereka “ sayangnya mbak, kalian harus janji, bakal ngaji setiap hari, doain ayah sama ibu kalian. Jangan tinggalin mereka ketika mereka butuh dukungan dari kalian. Mbak pergi dulu yaa, jangan di cari. Mbak pergi jauh banget, kalian nggak ketemu kalo nyari mbak. Pokoknya kamu harus janji jadi anak yang sholeh  dan sholehah yaa,”  Risa berbicara dengan isakan tangis. “iya mbak, kita akan inget kata-kata mbak, kita sayang mbak” .
“mbak juga sayangg sekali sama kalian “ Risa memeluk anak didiknya dengan pelukan yang hangat. Air matanya mengalir deras.  Selang beberapa menit, matanya terpejam. Ia menghembuskan nafaas terakhirnya dipelukan anak-anak yang sholeh dan sholehah itu. Apapun bisa terjadi jika Allah sudah berkehendak. Untuk menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya memanglah harus ada usaha dan dorongan dari orang terdekat.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

JANGAN JATUH CINTA, TAPI BANGUNLAH CINTA