PaNTAI SRAU MEMPESONA




Pacitan, 10 Nopember 2018
oleh. Mutiara Pramesti

Pantai, yuk?” kata Mas Lelo padaku. Dia begitu bersemangat meski baru sampai di rumah beberapa menit yang lalu. Hari Minggu dan cuaca cerah memang saat yang tepat untuk menikmati dunia dari sisi yang menyenangkan. Untung saja aku sudah mandi, jadi aku sudah siap untuk di ajak berjalan-jalan. Hehehe.

Aku belum sempat menanggapi kakak sepupuku ini, Bulekku sudah lebih dahulu menyela. “Aduuh, mbok sebentar dulu. Masih pusing ini tadi mabok sampe 4 kali.” katanya sambil memegang kening Yusuf, putranya yang juga mabuk saat dalam perjalanan. Wonogiri-Pacitan memang memiliki jarak perjalanan yang jauh dan karakter jalan yang bervariasi, itu yang menyebabkan orang ‘pemabuk’ sangat rentan sekali merasa mual.

“Hmm. Udah deh, mending pada istirahat dulu. Kita sarapan. Hehehe.” Aku berlalu menatap ke piring makan. Bulek Heksa menyetujuiku dengan menunjukkan jempolnya. Mbak Wuri, istri Mas Lelo pun mengedipkan mata, dengan artian mengiyakan.

Aku tidak terlalu menikmati sarapan karena sambil berbincang untuk menentukan kemana kami akan pergi. Pacitan memang memiliki pantai-pantai indah yang rasanya tidak dapat terhitung. Mas Lelo bertanya banyak tentang beberapa wisata Pacitan. Terkadang aku hanya menjawab pertanyaannya dengan isyarat, karena mulutku sudah dipenuhi makanan.
 
Selepas sarapan, Mas Lelo menyuruhku untuk segera ganti baju. Dia kelihatan sudah tidak sabar untuk mengunjungi salah satu ‘surga’ di Kabupaten Pacitan ini. Kali ini aku akan menunjukkan Pantai Srau kepada mereka. Pekan lalu, pantai ini telah aku kunjungi bersama Mbak Tri, sahabatku. Otomatis, ingatanku masih segar tentang kondisi jalan yang sempit mulus namun berkelok untuk menuju ke sana. 

  “Rasanya ga mau jalan-jalan kalo keinget mabok di jalan tadi.” kata Bulek Heksa mengeluh-eluh padaku saat ia membukakan pintu mobil. Aku hanya sanggup meringis, aku paham betul bagaimana rasanya menjadi  seorang ‘pemabuk’. Satu per satu sudah duduk manis di dalam mobil. Kendaraan ini mermuat 9 orang. Bagian jok mobil depan, terisi Mbak Wuri dan Mas Lelo sebagai sopir. Bagian tengah, terdapat aku, Bulek Heksa dan Yusuf. Sedangkan Adikku si Sasa, Ibu, Wahid dan Hasna, kedua anak Mbak Wuri duduk di jok paling belakang.

Lokasi Pantai Srau berada di Dusun Srau, Desa Candi, Kecamatan Pringkuku. Dari Donorojo ke Pringkuku membutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk sampai di sana. Kami harus melewati satu kecamatan dan pemandangan beragam. Jalan yang kami lalui membuat Bulek Heksa merasa mual dan pusing. Hal itu juga yang aku dan Ibu rasakan. Sampai di Dusun Keto, kami bertiga sudah tidak tahan lagi untuk mengeluarkan ‘kupu-kupu’ dari dalam perut.

 Bulek Heksa terlihat sudah sangat lemas sekali. Aku memberinya minum dan melumasi tangannya dengan minyak angin. Sepanjang jalan, dia memang hanya mengeluh-eluhkan. Aku menenangkannya, “Sabar yaa, Bulek. Rasa pusing sama mualnya kebayar kok sama indahnya pantai. Tenang-tenang..” aku tersenyum tipis dengan rasa perutku yang masih tidak karuan.  15 menit berlalu, akhirnya kami benar-benar sampai di Pantai Srau. Sebelum masuk ke sana, kami dibebani tiket dengan harga yang cukup murah. Harga Rp. 5000.00/orang untuk 3 keindahan Pantai Srau adalah harga yang sangat murah. Sebelum masuk ke area pantai, kami menjumpai beberapa tambak dan juga perumahan.
            Udara angin laut dan aromanya yang khas, membuat semua penumpang mobil ini sangat terkesima, termasuk aku meski sudah dua kali mengunjungi. Pantai memang tempat yang indah untuk melepas segala kepenatan. Pantai Srau memiliki tiga pantai. Kami memutuskan untuk berhenti terlebih dahulu di pantai pertama dari arah gerbang masuk.
            Di pantai pertama, kami menikmatinya dengan berjalan-jalan di pinggir pantai dan tak lupa berswa foto bersama. Aku sendiri hanya berusaha menikmati tanpa harus sibuk-sibuk berfoto. Pantai pertama ini memang memiliki pasir putih. Namun sayangnya, sampah-sampah berserakan ikut meramaikannya. Di sisi kanan, terlihat 2 
            “Mbak, aku mau main air yaa?” kata Wahid padaku di susul dengan rengekan Yusuf. Hmm. Anak ini sepertinya sudah tidak sabar untuk menikmati jernihnya air di balut dengan pasir putih. Namun aku belum mengiyakan mereka. Raut muka cemberut terlihat dari ekspresi yang mereka tunjukkan padaku. Aku lalu tertawa, “Ga usah pada cemberut. Kalo mau main air, di pantai kedua aja.” Kataku sambil mengelus kepala mereka. Seketika raut muka cemberut hilang dari pandangan.
            Setelah berswafoto dan menikmati indahnya pantai pertama, kami langsung masuk ke mobil untuk menuju ke pantai kedua. Anak-anak yang paling bersemangat, aku pun hanya bisa tersenyum saat melihat ekspresi mereka. Sebelum kami menjumpai pantai kedua, terlihat 2 punden yang terbangun di sepanjang batas pantai pertama dan pantai kedua. Di sana ada beberapa pasang muda-mudi sedang menikmati indahnya pantai.
            Selain pantainya yang berjumlah tiga dengan pasir yang putih, pantai ini memiliki pohon kelapa yang tumbuh sangat rapi dan teratur. Pohonnya tumbuh di sepanjang jalan pantai pertama hingga pantai ketiga. Tempat yang instagramable ini, membuat para anak muda sering membidikkan kameranya di area ini.
            Dari dalam mobil, aku melihat para wisatawan lain juga menikmati segarnya udara pantai di bawah pohon kelapa. Pantai Srau memang pantai yang belum terlalu banyak diketahui oleh khalayak, sehingga keramaian tidak terlalu menyergap kami.Mas Lelo memarkirkan mobilnya di antara mobil para wisatawan lain. Kami semua turun dan aku mendahului mereka untuk pergi ke bibir pantai kedua.
            Keindahan pantai kedua memang lebih unggul dari pada pantai pertama. Dua batu besar yang tumbuh di tengah pemandangan, membuatnya terlihat lebih sempurna. Wahid, Yusuf, dan Sasa, adikku, langsung berlari dan berceburan di pinggir pantai. Karang-karang yang melindungi bibir pantai, membuat ombak tidak terlalu besar dan membuat mereka nyaman. Sayangnya, Sasa tidak bisa ikut bermain air karena tidak membawa baju ganti. Sasa dan Ibuku hanya menikmati sepanjang pantai. Bulek Heksa sibuk berfoto, sedangkan Mbak Wuri dan Mas Lelo menemani Hasna bermain air.
            “Mbak Mut T O P..” kata Wahid padaku sambil mengacungkan kedua tangannya. Aku hanya membalasnya dengan senyum.
            “Wah.. Mbak Mut sip banget ya? Pantainya bagus, Mbak. Ora salah pokoke.” Bulek Heksa nimbrung. Kembali, aku hanya bisa melempar senyum. Sepertinya Mas Lelo mendengar obrolan kami, sehingga ia mendekat ke arahku.
            “Iya, dia kalo disuruh nunjukin tempat refreshing pasti paling pinter.” Katanya sambil memegang kepalaku.
            “Tadi aku ngiranya tiket satu orang sampai belasan ribu. Eh, ternyata satu orang cuma lima ribu. Pinter banget sih ni anak, lima ribu bisa dapet tiga pantai. Pasir putih lagi. Top markotop deh, Mut.”
Sebelum menjawab, aku hanya tersenyum.
“Iya donk. Aku gitu.” Kataku bangga
“Hmm. Iya.. Iya.. T O P. Apalagi kalo ga mabuk perjalanan, tambah T O P.” Kata Mbak Wuri mengejekku sambil tertawa terbahak-bahak.
Aku cemberut sambil mencubit lengannya. Tawa kami pun lepas.
 
 Selagi mereka menenggelamkan kaki di air, aku hanya duduk di pinggir pantai. Bukan tidak ingin bercampur dengan kebersamaan, namun aku hanya ingin melihat raut wajah mereka yang sedang menikmati pantai ini. Mereka terlihat bahagia. Aku yang lebih bahagia, bisa membawa mereka ke salah satu ‘surga’ tersembunyi yang dimiliki oleh Kabupaten Pacitan. Sesekali aku juga mencuri foto-foto mereka.

Tak terasa, kami sudah 2 jam menikmati waktu di pantai. Mas Lelo pun mengkomando agar kami segera bergerak dari pantai menuju ke daratan. Mbak Wuri mengurus kedua anaknya dan begitu juga Bulek Heksa. Ibu dan adikku pun bergegas menenteng sandal. Sebelum pulang, kami membersihkan diri dari pasir-pasir yang menempel di kaki maupun di bagian tubuh yang lain.

Setelah semua sudah selesai membersihkan diri, kami duduk bersama di satu kios kosong untuk menikmati bekal yang dibawa dari rumah. Anak-anak sepertinya sangat lapar karena terlalu lama bermain dengan air. Berbagai makanan ringan pun terlalap habis tak tersisa karena saking laparnya. Cuaca yang sudah mulai panas dan beradu dengan sepoinya angin laut, membuat indahnya Minggu lebih terasa sempurna. Apalagi ditambah Mas Lelo membeli es degan. Uhh. Rasanya tidak ingin berlalu dari tempat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JANGAN JATUH CINTA, TAPI BANGUNLAH CINTA

UN 2015, SMP DIRENCANAKAN 27-30 APRIL 2015 DAN SMA 13 -15 APRIL 2015