JANGAN JATUH CINTA, TAPI BANGUNLAH CINTA



Oleh: Joko Susanto

Abstract : The Power of Love, some people said it was blind. We don’t know until we find someone to talk and share with. In the name of God and Religion, two persons who felt in love made a promise to love each others and always be as one forever and ever.  On Islamic teaching, there is no relationship without marriage. It should be practiced in the daily and there is no one could be replaced it. Beeing a good individuality without studied is impossible, so a right knowledge (education) is needed. Then what should we do to face the marriage in the future?
Keyword : Love, Habitude, Education, Steps.

Pendahuluan
Saat membaca Judul dari artikel ini, sebagian orang mungkin beransumsi bahwa tulisan ini mengcopas dari sebuah blog ataupun artikel lain. Akan tetapi, tulisan ini murni hasil karya dari penulis dan dapat di pertanggungjawabkan keasliannya. Terobsesi dengan sebuah An-Nasyid yang dipopulerkan dari Mayday dengan judul yang sama, penulis akan membahas tentang langkah yang akan dihadapi saat seseorang mulai menginjak fase remaja akhir dan dewasa awal.

Dewasa ini, Masyarakat Indonesia (Kaum muda :writer) mengahadapi berbagai masalah dengan Budaya. Hal ini berimbas dengan menurunnya tingkat kefahaman mereka terhadap situasi-situasi yang ada. Kebanyakan kaum muda tersebut mulai bertingkah acuh dan terkesan membiarkan hal-hal baru menyeruak di kalangan tersebut. 

Parahnya lagi, “Kaum Terdidik” seakan tidak mau mengerti dan membirkan moral tersebut “dicabik” budaya pendatang tersebut. Permasalah ini mengakar dari tumbuh pesatnya Culture yang dimaksudkan oleh penulis sehingga  buahnya dapat “dinikmati” hingga saat ini.

Proses masuknya penjajahan tersebut hampir sama dengan misi yang diemban oleh kaum kapitalis pada abad ke -12 dengan mengusung semboyan “for Gold, Glory and Gospel”, layaknya ladang empuk untuk bisnis mereka menyerbu dan menghipnotis para penikmat seni yang ada di dalam negeri sehingga menimbulkan ketergantungan. 

Ketergantungan tersebut yang akhirnya menimbulkan permasalahan di kalangan  pemuda dan seakan hal tersebut menjadi suatu hal yang biasa.

Pada awalnya, perubahan tersebut hanya sekadar suatu yang biasa. Lama kelamaan, kejadian itu menjadi hal yang lumrah dan digandrungi dan selanjutnya dapat berakibat fatal dengan posisinya yang dapat mengancam budaya yang sebelumnya ada. Tentu hal tersebut tidak boleh di biarkan mengingat adat budaya bangsa Indonesia yang menganut adat timur yang sangat bertentangan dengan adat barat mereka.

Lantas bagaimana seorang individu berlaku saat menginjak fase dewasa dini? Bersamaan dengan artikel ini, penulis akan membahas jalan keluar (resolving problem) dari permasalahan tersebut dan memberikan contoh sesuai dengan hal yang terkait dalam hal pernikahan di masa dewasa dini.


Pembahasan
Tujuan utama dari diciptakannya Manusia di muka bumi ini selain sebagai khilafah juga untuk menjadikannya berpasang-pasangan, berkelompok dan bersuku sesuai dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 168.  Maksud dan tujuan yang terkandung dalam ayat tersebut adalah menciptakan mereka untuk berupaya saling mengenal antara satu dengan  yang lainnya dan tentu itu merupakan tugas yang paling pokok.

Islam, sebagai agama yang di anut mayoritas warga negara Indonesia tidaklah mengajarkan budaya seperti yang ditunjukkan oleh “kaum pendatang”. Sebagai contoh, Budaya Amerika yang memperkenalkan budaya menjalin hubungan dengan lawan jenis sebelum adanya ikatan yang semestinya (-yang juga digandrungi oleh kaum muda Indonesia dan di tandai penyimpangan yang tidak sesuai). Mereka cenderung menirukan adat tersebut yang di ambil dari  dunia hiburan (film atau video klip :writer) dan mengabaikan nilai-nilai yang sudah ada sebelumnya.

Masa Dewasa, masa dimana seorang individu sudah siap lahir maupun batin untuk bertingkah sebagaimana mestinya, serta sudah siap dalam berlaku tanpa bayang-bayang dari orang tua nya. 

Menggantikan fase Remaja Akhir, kebanyakan  individu melaluinya di usia  20-25 Tahun. Masa tersebut seseorang sudah mengetahui  serta sudah tidak lagi gampang terpengaruh dengan pengaruh dari luar. 

Pengaruh tersebut contohnya dalam segi berpacaran yang sekarang sudah menjadi hal yang  bukan tabu lagi bahkan mulai masuk ke dunia “Masyarakat Rabbani”. Ada alasan mengapa mereka melakukannya. Anggapan dengan “Pacaran Islami” sudah bukan menjadi lagu baru di kalangan Rabbani tersebut. Tentu hal itu tidak bisa sepenuhnya dipersalahkan mengingat “ajaran filsafat-barat” mulai di gandrungi dan menebus masyarakat tersebut.

Langkah yang harus dilakukan

Sebenarnya bukanlah suatu hal yang sangat haram selagi bisa menempatkannya dan disesuaikan dengan syariat yang ada. Langkah pertama, hal terkecil dimulai dari diri sendiri. Ubah main set diri kita dengan meyakini bahwa tidak ada istilah berpacaran, akan tetapi proses pengenalan dengan lawan jenis tersebut merupakan suatu hubungan pertemanan. Pada awalnya, mungkin terasa berat mengingat tayangan media sekarang banyak yang mengajarkan tentang hubungan palsu (false relationship) kepada kaum muda dan terkesan ketinggalan zaman. 

Akan tetapi, itu bukanlah merupakan suatu masalah. Proses ini tidaklah harus menggunakan metode berpacaran, cukup mengenal meskipun saat menginjak fase Remaja akhir banyak sekali tantang dan godaan untuk ikut trend yang sudah menjalar hingga saat ini, yaitu berpacaran.

Menginjak Fase dewasa dini, fase yang mana seseorang sudah mulai siap dengan jati diri dan melangkah, begitu pula langkah kedua siap untuk di lakukan. Proses Pemantasan diri, begitulah fase ini di sebut. Mulai tentukan dan kenal dengan baik seseorang yang diinginkan untuk menjadi teman hidup. Selalu Istikharah dan beristiqomah dengan benar merupakan kunci keberhasilan dalam fase ini. Masa ini, seseorang dituntut untuk tidak berlaku “grusa-grusu” dalam segala sesuatu. Seseorang yang sudah menginjak fase ini sudah siap, baik lahir maupun batinnya untuk menghadapi tantangan yang akan berlaku di kemudian hari , termasuk untuk hal pernikahan.

Terdapat dua perbedaan antara Jatuh cinta dan Membangun cinta. Manakah yang lebih sesuai dengan syariat agama? Jawabannya tentulah pilihan yang kedua, yaitu Membangun cinta. Membangun cinta merupakan membangun rasa suka dan mengagumi tanpa harus mengungkapkan kepada orang tersebut jikalau syarat-syarat tentang pemantasan diri seorang individu belum tercapai semua. Syarat utama yaitu mental baik itu lahir maupun batinya. Belajar untuk mengendalikan rasa di usia ini sangatlah berat, akan tetapi setelah seorang individu dapat melaluinya, sangatlah mudah untuk tidak jatuh cinta (yang dalam istilah zaman sekarang dikenal berpacaran) di usia awal sebelum semua syarat terpenuhi.

Setelah syarat tersebut terpenuhi, tibalah saat yang sangat ditunggu-tunggu, yaitu penyatuan dua hati untuk menyempurnakan sebahagian rukun dalam agamaNya, yaitu pernikahan. Dalam fase inilah kehidupan yang sebenarnya dimulai. Seseorang yang sudah menikah  tidak hanya berlatih, akan tetapi mempraktikkan semua tanggung jawab yang seharusnya dan fase yang mana seorang individu terlepas beban dari orang tua. Kunci dari fase ini yaitu ketelatenan dan proses penyatuan antara dua individu yang berbeda ciri khas menjadi satu. Baru setelah fase pernikah inilah seorang individu diperbolehkan untuk jatuh cinta dengan pasangannya dengan “tidak terbatas”.

Suatu langkah lanjutan setelah proses pernikahanlah yang sangat berat. Masa ini, individu yang belum sepenuhnya matang akan sangat berbahaya serta berefek dengan kegagalan berumah tangga. Oleh sebab itu, kedewasaan yang dibangun akan sangat berpengaruh dan akar dari hasil tersebut dapat diambil dari langkah diatas.

Jadi, itulah keindahan untuk membangun cinta sesuai dengan syariat agama tanpa harus berpacaran di usia muda dengan menunggunya di fase yang sudah cukup.

Effek yang timbul
 
Terdapat beberapa effek yang mungkin muncul saat seorang individu menjalani dan bertingkah pada masa yang sangat vital tersebut. Adapun contoh yang dihasilkan dari keberhasilan seseorang yang berlaku di fase dewasa dini, diantaranya adalah, seorang Individu tumbuh berkembang menjadi pribadi yang mandiri dan mantap. Keberhasilan dalam berperilaku akan menjadikannya insan yang mulia dan berakhlak santun  Kreatif di semua bidang. Tumbuh dan tidak menimbulkan ketergantungan dari orang tua  Siap menghadapi mental dan tantangan di masa depan. Berhasil dalam membina rumah tangga dengan pemilihan yang tepat. Disenangi oleh banyak orang.

Siap menjalankan kepengurusan yang melibatkan orang banyak dalam berorganisasi
Selain itu, efek juga akan muncul saat seorang individu kurang/tidak berhasil dalam berlaku di fase dewasa dini, contohnya adalah, Menjadi seorang yang masih labil dan kekanak-kanankan. Masih bergantung kepada orang tua dalam segala hal.  Belum tentu siap menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Belum tentu siap dalam urusan  pernikahan,  menikah, seseorang tersebut kecil kemungkinan berhasil kalau pasangannya orang yang berkepribadian sama
7.      Dalam berorganisasi tidak akan dengan mudah “dipandang” orang banyak

Kesimpulan
Fase dewasa dini, masa dimana seorang individu memutuskan untuk berperilaku secara mandiri dan bertingkah sesuai dengan dengan apa yang diperolehnya di tahap mas sebelumnya. Pada masa ini, seorang individu sudah mulai menemukan jati diri (bukan proses latihan lagi) dan siap untuk menuju ke jenjang yang lebih tinggi, pernikahan.
Sebagai seorang individu, tentu membutuhkan suatu “pendidikan” serta langkah yang harus di tempuh di setiap fase yang sudah di lalui, baik itu fase anak-anak dan yang berpuncak pada fase remaja akhir yang berimbas dengan perilaku yang di praktikkannya di masa dewasa awal/dini. Yang paling berpengaruh adalah pendidikan yang diperolehnya dari guru-guru di bangku sekolah, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk memperolehnya di kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya, Sesuai dengan judul di atas, jangan jatuh cinta tapi bangunlah cinta yang kekal hingga ke surga.





TUGAS BAHASA INDONESIA
JOKO SUSANTO
1788203016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PESAN TERAKHIR