ANGINMU ADALAH AKU




Pacitan, 14/11/2018
 
Reny Fitriyan 


Pagi yang cerah, sungguh indah memang. Hangat sinar mentari mulai tampakkan kemegahannya di ujung timur. Apa yang ada di fikir teora sekarang. Teora? Ya, teora. Gadis kecil dengan bola mata berwarna coklat, matanya sungguh indah. Tatapan matanya begitu teduh, menandakan kepolosan bocah seusianya. Badannya agak gemuk, pipinya juga sangat tembam. Ohh, dia lucu denagn tingkah polahnya yang begitu menggemaskan. Kesukaannya ketika berlarian ialah mengibaskan-ngibaskan rambutnya hitamnya yang legam, yang sebenarnya hanya sebahu. Lalu apa yang membuat gadis kecil itu resah.

Ketika membuka matanya, ada yang aneh baginya. Bukan bantal, guling, bahkan boneka kesayangannya yang ia temui. Tembok dengan gambar aneka binatang dan pemandangan, serta warna-warni pelangi. Tapi semuanya terasa luas baginya. Bahkan begitu luas. Hamparan yang begitu luas, sungguh menyejukkan mata gadis kecil itu. Apa yang ada di depannya, mana boneka beruang kesayangannya. Kenapa yang ada hanya hamparan bunga. Tetapi tunggu, bunga apa itu. Dia bahkan belum pernah melihatnya.
Bunganya sangat kecil, warnya putih bersih. Dan ya, ketika angin meniupnya mengapa bunga itu berhamburan kemana-mana. Bunga itu bukan satu lagi, tetapi nmenjadi banyak. Apa maksud dari semua ini. Teora hanya mampu terdiam menatap itu semua, nalarnya masih meraba-meraba apa yang ada didepannya.

Matanya mulai berkaca-kaca ia tidak tahu harus berbuat apa bahkan harus kemana. Meneteslah air mata di pipinya, sekarang pipinya yang temabam itu sudah basah. Perlahahan suara tangisannya pun bahkan mulai mengeras, semakin keras, dan sangat keras. Teora terus saja menangis, sembari memanggil-manggil ibunya. Ia terduduk sambil memegangi lututnya, takut-takut tak ada yang menemaninya, dan ibunya, dia bahkan tak dapat menemukannya ibu disaat seperti ini.

Di sela tangisnya, ada sekelebat bayangan di antara bunga-bunga itu. Bukannya semakin kencang, tangisannya justru terhenti saat itu juga. Teora mulai penasaran, apa itu tadi. Ia pun perlahan mulai beranjak dari duduknya, melangkah menuju hamparan bunga di depannya. Ia mulai menyibak satu persatu kuntum bunga tadi. Mencarinya diantara ribuan hamparan bunga. Ia terus mencari dan menyusurinya, insting keingintahuan gadis kecil itu pun semakin menjadi.
“Baaaaaaaaaaaa” tiba-tiba suara itu muncul di depan wajah teora. Gadis kecil itu pun sampai loncat ke belakang saking kagetnya. Bukan wajah atau teriakan suara ibunya yang ia temui, justru makhluk aneh yang mengangetkannya. Teora pun hanya terdiam, sembari menatap makhluk tersebut. “Itu apa ya kira-kira? 

Hewan atau maianan ya kok aku belum pernah melihatnya” ucap teora dalam hati dengan memasang wajah bingung polosnya. Makhluk itu pun hanya tersenyum menatap kebingungan teora.
Makhluk itu lucu sekali, dia berwarna biru muda, dengan badannya yang gempal membuat perutnya terlihat semakin buncit. Mata bulatnya berwarna hijau. Dia miruip seperti anak panda, mirip sekali hanya saja warnanya berbeda.

Makhluk itu meraih tangan teora sembari tersenyum, “Aku zora, kamu teora kan?”ucap zora, “Lo kok kamu tau namaku? Oh iya, kamu lucu sekali. Aku suka perutmu gembul, pipimu juga sangat tembam, sampai-sampai hidungmu seperti tidak kelihatan”, oceh teora. Mudahnya teora melupakan tangisan dan kebingungannya tadi, setelah bertemu dengan zora.

“Aku bahkan sudah mengenalmu sebelum kamu mengenalku”, ucap zora sembari mengembangkan senyumnya. “Mari kita bermain, kamu pasti sudah rindu suasana itu bukan”, zora pun menarik tangan teora dan mengajaknya mengitari hamparan bunga tadi. Senang sekali wajah teora, dengan antusias mengikuti ajakan zora. Mereka pun berlarian kesana kemari, bersembunyi di antara bunga-bunga hingga saling menemukan satu sama lain. Senyum tawa mereka sangat renyah dan membuat alam tersenyum menyertai kebahagiaan mereka.
Langkah zora pun terhenti di tengah-tengah hamparan bunga tadi. “Apakah kau suka disini teora?” tanya zora pada teora, “Aku suka sekali, disini luas dan banyak bunganya. Aku bisa bermain dan berlarian sepuasnya, apalagi ada teman sepertimu” jawab teora dengan lucunya. “Kalau kau suka bunganya, aku petikkan satu tangkai untukmu ya”. “Aku mau, aku mau” dengan cepat teora menjawab sembari tangannya menadah ke zora.

Zora pun memetik satu tangkai bunga itu dan memberikannya kepada teora, “Ini untukmu teora, jaga baik-baik bunga ini ya. Bunga ini bernama bunga dandelion. Kamu bisa menemukan aku dimanapun kamu melihat bunga ini. Aku selalu berada di dalam bunga ini, menunggumu disini. Karena itu aku tidak bisa bermain terlalu lama denganmu disini”. Teora nampak bingung sekali.

“Kau harus ingat teora, seperti bunga ini. Kamu harus bisa mandiri, kamu harus kuat kemanapun arah angin dan terpaan angin membawamu. Jadilah, gadis kecil yang kuat, dengan tatapan teduhmu yang selalu menenangkan, mata coklatmu yang selalu membuat siapapun senang bermain denganmu. Satu hal lagi teora, kemanapun angin membawaku pergi, akan akan selalu bersamamu, bermain denganmu bersama bunga dandelion ini” pesan zora pada teora. Teora hanya bisa mengangguk tanpa tahu maksud zora sebenarnya. “Pejamkan matamu teora, lalu tiuplah bunga itu” ucap zora. Teora pun memejamkan matanya, lalu meniup bunga dandelion tadi.
Sinar mentari pun mulai menelisik ke sela-sela jendela kamar teora. Teora pun membuka matanya, menemukan boneka kesayangannya. Kamarnya yang berwarna-warni. Tapi tunggu, ada sesuatu yang hilang. Kemana zora. Kemana bunga dandelion itu. Teora mulai mencari, kemanapun ia bisa mencari di seluruh sudut kamarnya.

Teora ingat sesuatu, dia hanya perlu mencari angin. Angin yang membawa temannya pergi. Teora membuka jendela kamarnya, menatap lamat-lamat mentarei pagi dari sudut kamarnya. Dan ya, hembusan angin sepoi menampakkan keajaibannya. Putik dandelion pun mengambang, beterbangan kesana kemari dan menjatuhkannya tepat di taman kecil keluarga teora. Teora pun langsung lari menuju taman keluarganya. Sampainya disana, teora menatap dengan senang putik dandelion tadi. “Aku selalu bersamamu, aku ingin terus bermain bersamamu, aku akan selalu menunggu kemana pun angin membawamu berpetualang” ucap teora dalam hati.
Biarkan aku menjelajah, berpetualang, mengitari dunia. Menemukan semua jawaban. Aku akan selalu menemuimu kemanapun angin membawamu menjauh. Zora.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JANGAN JATUH CINTA, TAPI BANGUNLAH CINTA

PESAN TERAKHIR